Pengertian Sosiologi, Sejarah, Dan Tokoh Perintis Ilmu Sosiologi
Sosiologi berasal dari dua kata yaitu Socious dan Logos, socious berarti berkawan dan logos berarti ilmu. Makara sanggup ditegaskan bahwa sosiologi ialah ilmu wacana kehidupan bersama dalam arti luas. Banyak andal yang mendefinisikan wacana sosiologi sebagai ilmu, P.J Bouman misalnya, mempersembahkan definisi sosiologi Adalah ilmu wacana kehidupan insan dalam kelompok, Franklin Henry Giddings menyatakan bahwa sosiologi ialah Ilmu yang menguraikan wacana tanda-tanda social dan Pitirim Sorikin mendefinisikan sebagai Ilmu yang mempelajari hubungan dan imbas timbal balik antara guaka macam gejala-gejala sosial, hubungan timbal balik antara tanda-tanda sosial dengan non sosial serta ciri-ciri umum tiruana jenis tanda-tanda sosial.
Pengertian Sosiologi, Sejarah, dan Tokoh Perintis Ilmu Sosiologi - Dari pengertian dan batasan-batasan diatas sanggup ditarik pemahaman bahwa inti dari ilmu sosiologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan orang perorangan dalam kelompok, hubungan kelompok dengan kelompok dan dinamika perubahan yang terdapat dalam struktur sosial.
1. Auguste Comte ( 1797-1857).
Auguste Comte ialah spesialis filsafat Perancis, namun ia sering disebutkan sebagai Bapak ilmu sosiologi. Pendapat ini masuk akal didiberikan lantaran comte lantaran ialah orang pertama yang sebut perlu sebuah ilmu gres yang sebut dengan sosiologi. Ia yang pertama kali sebut istilah sosiologi.yang berasal dari kata socios dan logos. Walaupun pada pertamanya comte menyebut fisika sosial (social fhysics), tetapi kemudian ia lebih menentukan memakai istilah sosiologi (Sociology).
Dalam hal sumbangan teoritik, Comte dianggap sebagai perintis positivisme yang mengemukakan wacana aturan kemajuan manusia. Ciri metode positif ialah bahwa obyek yang dikaji harus berupa fakta dan kajian harus bermanfaa serta mengarah kepada kepastian dan kecermatan (Leyendecker dalam kamanto). Comte menandakan bahwa masyarakat berubah menuju keadaan yang ia sebut dengan positif dan perubahan tersebut terjadi dengan melewati tiga tahap perubahan masyarakat, yaitu;
Tahap teologi
Dalam tahap ini masyarakat percaya dengan kekuatan supranatural dan agama diatas segala-galanya. Dunia fisik maupun sosial dipandang sebagai produk Tuhan (Maliki,2003). Dalam kontek ini insan manusia spesialuntuk diputuskan sebagai bahagian saja. Dalam istilah lain disebut ‘mental partisipasi’ dimana insan spesialuntuk hidup menjadi bahagian dan dikendalikan oleh doktrik-doktrin keagamaan tanpa ada pilihan yang lain.
Metafisika
Pada tahap ini personifikasi Tuhan tidak lagi menjadi sumber kekuatan fisik maupun sosial. Manusia mencoba menggali dan membaca fenomena alam dan mencoba melaksanakan abstraksi dengan memakai kebijaksanaan budinya dan diperoleh pengertian-pengertian metafisis. Sehingga pada tahap ini insan meyakini kekuatan abnormal sebagai nilai yang dipegangnya. Namun dalam tahap ini insan gagal menemukan bukti dan data empiris dan tidak bisa menjadi sumber ilmu. Maka berdasarkan Comte, tahap metafisika ini masih menyerupai dengan pendekatan teologi. Karena itu Comte menyarankan untuk keluar dari dua pendekatan ini.
Positif
Menurut Comte, hasilnya perkembangan masyarakat akan masuk ke tahap positivistik. Dimana masyarakat mempercayai pengetahuan ilmiah dan insan berserius pada acara observasi untuk menemukan keteraturan dunia fisik dan sosial. Pada tahap ini, perhatian insan terhadap alam yang selalu dicoba insan untuk dijelaskan dengan kebijaksanaan budinya menemukan hukum-hukum yang sanggup di kaji, ditinjau, diuji dan dibuktikan dengan metode empirik. melaluiataubersamaini pendekatan ini insan menemukan ilmu pengetahuan baru. melaluiataubersamaini begitu manusiapun meninggalkan tahap teologi dan metafisika menjadi tahap positif dimana kepercayaan insan didasarkan pada pemikiran positivistik, empirik, naturalistik dan meninggalkan otoritas teologis dan pengetahuan metafisis. Comte membuka keyakinan gres bahwa dengan pemikiran empirik, rasional, dan positif insan akan bisa menandakan realitas kehidupan, tidak secara spekulatif, melainkan konkrit, niscaya dan bahkan mutlak. (Veeger dalam maliki, 2003).
2. Karl Marx (1818-1883)
Marx berasal dari keluarga rohaniawan Yahudi. Ayahnya seorang pendeta Yahudi (rabbi), namun kemudian ayahnya beralih menjadi penganut aliran Protestant Martin Luther, ia melakukannya lantaran alasan bisnis. Marx ialah doktor filsafat yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran Hegel. Pada perjalananannya, Marx lebih di kenal sebagai seorang ideolog, dimana pemikirannya banyak menginspirasi perkembangan paham sosialisme dan komunisme.
Teorinya yang populer ialah teori kelas dimana terjadi konflik antara kaum borjuis dengan proletar. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat insan ialah sejarah usaha kelas. Pembagian kerja dalam masyarakat kapitalis menumbuhkan dua kelas yang tidak sama, yaitu kelas orang yang menguasai alat produksi yang disebut dengan bourgeoisie (borjuis) yang mengeksploitasi kelas yang tidak menguasai produksi yang ia sebut dengan kaum proletariat. Marx melihat terjadinya kemelaratan dan keserakahan di tengah masyarakat. Ia melihat fenomena yang tidak sama antara buruh yang sengsara dan dan pemilik alat-alat produksi yang menukmati surplus akhir keringat dan tenaga kaum buruh.
Dalam masyarakat industri, Marx melihat terjadinya tekanan struktural yang berpengaruh terhadap individu, memperburuk hubungan sosial dalam industri yang menimbulkan insan kemudian teralienasi. Tidak spesialuntuk alienasi individual tetapi juga alienasi massal sejalan dengan sebaran mode of production yang dikendalikan oleh industri. Kaum buruh yang ia sebut sebagai kaum proletar oleh Marx akan menyadari kondisi mereka dan merumuskan kepentingan-kepentingan mereka, maka mereka akan bersatu dan memberontak. Pemberontakan mereka melahirkan konflik yang disebut Marx dengan konflik kelas. Menurut Ramalan marx, konflik itu akan dimenangkan oleh kaum proletar yang kemudian akan mendirikan masyarakat tanpa kelas. Sistem kapitalis itu akan dirubah dengan sistem sosialis dan pada gilirannya akan membentuk masyarakat komunis.
Walaupun ramalan Marx tidak pernah terwujud dalam kenyataan, tetapi pemikiran marx wacana konflik dan kelas tetap mempunyai imbas yang besar terhadap sejumlah besar andal sosiologi zaman klasik maupun modern. Pemikiran Marx wacana stratifikasi sosial dan konflik sudah diarahkan pada perubahan sosial besar yang melanda eropa Barat sebagai dampak perkembangan dukungan kerja, khususnya yang terkait dengan kapitalisme.
3. Emile Durkheim (1858-1917)
Durkheim berasal dari Perancis, ia keturunan pendeta Yahudi. Ketika bawah umur ia mencar ilmu untuk menjadi ‘Rabbi’ (pendeta yahudi), tetapi semenjak usia 10 tahun ia menolaknya. Ia orang yang kecewa dengan pendidikan agama dan kemudian beralih mendalami kebijaksanaan ilmiah dan prinsip moral yang dibutuhkan untuk kehidupan sosial.
Salah satu karyanya yang populer ialah ‘The Division of Labour in Society’ ialah upaya Durkheim untuk mengkaji suatu tanda-tanda yang sedang melanda masyarakat: Pembagian kerja. Menurut Durkheim di bidang perekonomian menyerupai bidang industri modern terjadi penerapan mesin serta serius modal dan tenaga kerja yang menjadikan dukungan kerja dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi yang semakin rinci. Gejala dukungan kerja tersebut dijumpai juga di bidang perniagaan dan pertanian, bahkan tidak spesialuntuk bidang ekonomi tetapi melanda juga bidang-bidang kehidupan lain ; hukum, politik, kesenian dan bahkan juga keluarga. Tujuan kajian Durkheim tersebut untuk memahami dukungan kerja serta mengetahui faktor penyebabnya. (Durkheim dalam Kamanto,2000)
Ia menandakan wacana dukungan kerja dalam masyarakat. Menurutnya masyarakat memerlukan solidaritas. Ada dua tipe solidaritas dalam masyarakat yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Pembagian kerja pada masyarakat sedang berubah dari masyarakat dengan solidaritas mekanik menjadi masyarakat dengan solidaritas organik. Menurut Durkheim, solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana, masyarakat yang ia namakan ‘segmental’. Pada masyarakat menyerupai ini belum terdapat dukungan kerja yang berarti; apa yang sanggup dilakukan oleh masyarakat biasa, sanggup juga dilakukan oleh masyarakat yang lain. melaluiataubersamaini demikian, tidak terdapat kesalingtergantungan antara kelompok yang tidak sama. Masing-masing kelompok sanggup memenuhi kebutuhan sendiri dan terpisah antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kesetiakawan dalam kelompok ini diikat dengan nurani kolektif (consience collective).
Masyarakat secara perlahan berubah dari masyarakat dengan solidaritas mekanik ke solidaritas organik. Dimana dukungan kerja dalam masyarakat mengalami differensiasi dan spesialisasi. Masyarakat pun bermetamorfosis masyarakat dengan solidaritas organik, yaitu masyarakat yang dukungan kerjanya semakin rinci. Pada masyarakat ini masing-masing anggota tidak lagi bisa memenuhi tiruana kebutuhan sendiri, ia membutuhkan kelompok lain sehingga terjadilah kesalingtergantungan. Solidaritas organik ialah suatu sistem terpadu yang terdiri antara bagian-bagian yang saling tergantung laksana penggalan organisme biologi.
5. Ibnu Khaldun (1332 M)
Sebelum ilmuan sosial memperdebatkan wacana ilmu sosiologi pada pertengahan kala ke-19, lima kala sebelumnnya Ibnu Khaldun sudah mulai mengkaji dan mereview wacana sosiologi. Namun Ia tidak pernah menyebut istilah sosiologi. Dalam pandangan Ibnu Khaldun kajian wacana masyarakat masih menyatu dengan kajian filsafat. Oleh lantaran itu Ibnu Khaldun lebih disebut sebagai andal filsafat. Akan tetapi Ibnu Khaldun sudah mengulas wacana pembahasan sosiologi dalam buku-bukunya.
Salah satu buku Ibnu Khaldun yang populer ialah buku ‘Mukaddimah’. Dalam buku ini, Ibnu Khaldun banyak mengupas wacana Ilmu sejarah, politik dan sosiologi. Ia juga menandakan wacana perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat luas. Dalam konteks sosiologi, sumbangan Ibnu Khaldun ialah ia berhasil menghubungkan antara sosiologi dengan sejarah. Sekian artikel perihal Pengertian Sosiologi, Sejarah, dan Tokoh Perintis Ilmu Sosiologi. Semoga bermanfaa bagi kita tiruana.
Pengertian Sosiologi, Sejarah, dan Tokoh Perintis Ilmu Sosiologi - Dari pengertian dan batasan-batasan diatas sanggup ditarik pemahaman bahwa inti dari ilmu sosiologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan orang perorangan dalam kelompok, hubungan kelompok dengan kelompok dan dinamika perubahan yang terdapat dalam struktur sosial.
image source: timeout.com |
Sebab munculnya Sosiologi
Sosiologi sebagai ilmu berkembang semenjak pertengahan kala ke-19 terutama di Eropa Barat. Perubahan sosial dalam jangka panjang yang berdampak kekacauan sudah menjadi bahaya terhadap tatanan sosial yang mengguncang mayarakat Eropa Barat. Tatanan sosial yang mapan sudah mengalami perubahan, sehingga membangunkan para pemikir sosial untuk melihat dan mencar ilmu memahami wacana perubahan yang tengah terjadi di masyarakat. Hal ini terjadi hampir bersamaan di Eropa Barat terutama Inggris, Jerman dan Perancis.
Menurut Peter L Berger, Pemikiran sosiologi berkembang mabadunga masyarakat menghadapi bahaya terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, nyata. Mabadunga hal yang selama ini menjadi pegangan insan mengalami krisis, maka mulailah orang melaksanakan renungan kritis.
Peristiwa apa saja yang oleh pemikir Eropa di selesai kala ke-18 dianggap sebagai bahaya terhadap hal yang oleh masyarakat sudah diterima sebagai kenyataan ataupun kebenaran? Menurut Perer L Berger ialah disintegrasi kesatuan masyarakat kala pertengahan, khususnya disintegrasi dalam agama kristen (Kamanto,2000).
Pada selesai kala ke-18 dan pertengahan kala ke-19 kehidupan masyarakat Eropa Barat sedang mengalami banyak sekali krisis, baik krisis sosial, krisis politik, krisis ekonomi dan krisis lainnya disebabkan oleh ;
Pendapat senada juga disampaikan oleh L Laeyendecker. Menurut Laeyendecker, kelahiran sosiologi terkait dengan serangkain perubahan dalam jangka panjang yang melanda Eropa Barat pada kala Pertengahan. Masyarakat Eropa Barat di kala pertengahan mengalami perubahan akhir revolusi industri dan revolusi Perancis. Perubahan itu ia identifikasi dalam 6 bentuk yaitu;
Sosiologi sebagai ilmu berkembang semenjak pertengahan kala ke-19 terutama di Eropa Barat. Perubahan sosial dalam jangka panjang yang berdampak kekacauan sudah menjadi bahaya terhadap tatanan sosial yang mengguncang mayarakat Eropa Barat. Tatanan sosial yang mapan sudah mengalami perubahan, sehingga membangunkan para pemikir sosial untuk melihat dan mencar ilmu memahami wacana perubahan yang tengah terjadi di masyarakat. Hal ini terjadi hampir bersamaan di Eropa Barat terutama Inggris, Jerman dan Perancis.
Menurut Peter L Berger, Pemikiran sosiologi berkembang mabadunga masyarakat menghadapi bahaya terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, nyata. Mabadunga hal yang selama ini menjadi pegangan insan mengalami krisis, maka mulailah orang melaksanakan renungan kritis.
Peristiwa apa saja yang oleh pemikir Eropa di selesai kala ke-18 dianggap sebagai bahaya terhadap hal yang oleh masyarakat sudah diterima sebagai kenyataan ataupun kebenaran? Menurut Perer L Berger ialah disintegrasi kesatuan masyarakat kala pertengahan, khususnya disintegrasi dalam agama kristen (Kamanto,2000).
Pada selesai kala ke-18 dan pertengahan kala ke-19 kehidupan masyarakat Eropa Barat sedang mengalami banyak sekali krisis, baik krisis sosial, krisis politik, krisis ekonomi dan krisis lainnya disebabkan oleh ;
- Kekacauan akhir timbulnya revolusi industri
- Kekacauan akhir meletusnya revolusi Perancis
- Munculnya realitas kekuasaan gres di tangan orang beradab dan diberilmu
Pendapat senada juga disampaikan oleh L Laeyendecker. Menurut Laeyendecker, kelahiran sosiologi terkait dengan serangkain perubahan dalam jangka panjang yang melanda Eropa Barat pada kala Pertengahan. Masyarakat Eropa Barat di kala pertengahan mengalami perubahan akhir revolusi industri dan revolusi Perancis. Perubahan itu ia identifikasi dalam 6 bentuk yaitu;
- Tumbuhnya kapitalisme di selesai kala ke-15
- Perubahan di bidang sosial dan politik
- Perubahan terkait reformasi Martin Luther
- Meningkatnya individualisme
- Lahirnya Ilmu pengetahuan modern
- Menguatnya kepercayaan kepada diri sendiri
Perintis Ilmu Sosiologi
Sebagai sebuah ilmu, sosiologi tentu mempunyai akar pemikiran yang terkait dengan filsafat. Sebuah ilmu sanggup dipisahkan dari filsafat saat ilmu tersebut sudah mempunyai gagasan pemikiran sendiri berupa metodologi, pendekatan empiris dan obyek studi yang jelas. Mereka yang pada pertamanya memikirkan dan merumuskan hal ini biasanya disebut sebagai bapak ilmu tersebut atau dalam bahasa lainnya disebut sebagai perintis. Dalam sejarah lahirnya sosiologi, terdapat bebrapa tokoh yang terlibat dalam perdebatan konseptual perumusan paradigma sosiologi. Dalam modul ini kita spesialuntuk sebut lima orang tokoh yang populer dan kontribusinya terhadap perkembangan ilmu sosiologi.
1. Auguste Comte ( 1797-1857).
Auguste Comte ialah spesialis filsafat Perancis, namun ia sering disebutkan sebagai Bapak ilmu sosiologi. Pendapat ini masuk akal didiberikan lantaran comte lantaran ialah orang pertama yang sebut perlu sebuah ilmu gres yang sebut dengan sosiologi. Ia yang pertama kali sebut istilah sosiologi.yang berasal dari kata socios dan logos. Walaupun pada pertamanya comte menyebut fisika sosial (social fhysics), tetapi kemudian ia lebih menentukan memakai istilah sosiologi (Sociology).
Dalam hal sumbangan teoritik, Comte dianggap sebagai perintis positivisme yang mengemukakan wacana aturan kemajuan manusia. Ciri metode positif ialah bahwa obyek yang dikaji harus berupa fakta dan kajian harus bermanfaa serta mengarah kepada kepastian dan kecermatan (Leyendecker dalam kamanto). Comte menandakan bahwa masyarakat berubah menuju keadaan yang ia sebut dengan positif dan perubahan tersebut terjadi dengan melewati tiga tahap perubahan masyarakat, yaitu;
Tahap teologi
Dalam tahap ini masyarakat percaya dengan kekuatan supranatural dan agama diatas segala-galanya. Dunia fisik maupun sosial dipandang sebagai produk Tuhan (Maliki,2003). Dalam kontek ini insan manusia spesialuntuk diputuskan sebagai bahagian saja. Dalam istilah lain disebut ‘mental partisipasi’ dimana insan spesialuntuk hidup menjadi bahagian dan dikendalikan oleh doktrik-doktrin keagamaan tanpa ada pilihan yang lain.
Metafisika
Pada tahap ini personifikasi Tuhan tidak lagi menjadi sumber kekuatan fisik maupun sosial. Manusia mencoba menggali dan membaca fenomena alam dan mencoba melaksanakan abstraksi dengan memakai kebijaksanaan budinya dan diperoleh pengertian-pengertian metafisis. Sehingga pada tahap ini insan meyakini kekuatan abnormal sebagai nilai yang dipegangnya. Namun dalam tahap ini insan gagal menemukan bukti dan data empiris dan tidak bisa menjadi sumber ilmu. Maka berdasarkan Comte, tahap metafisika ini masih menyerupai dengan pendekatan teologi. Karena itu Comte menyarankan untuk keluar dari dua pendekatan ini.
Positif
Menurut Comte, hasilnya perkembangan masyarakat akan masuk ke tahap positivistik. Dimana masyarakat mempercayai pengetahuan ilmiah dan insan berserius pada acara observasi untuk menemukan keteraturan dunia fisik dan sosial. Pada tahap ini, perhatian insan terhadap alam yang selalu dicoba insan untuk dijelaskan dengan kebijaksanaan budinya menemukan hukum-hukum yang sanggup di kaji, ditinjau, diuji dan dibuktikan dengan metode empirik. melaluiataubersamaini pendekatan ini insan menemukan ilmu pengetahuan baru. melaluiataubersamaini begitu manusiapun meninggalkan tahap teologi dan metafisika menjadi tahap positif dimana kepercayaan insan didasarkan pada pemikiran positivistik, empirik, naturalistik dan meninggalkan otoritas teologis dan pengetahuan metafisis. Comte membuka keyakinan gres bahwa dengan pemikiran empirik, rasional, dan positif insan akan bisa menandakan realitas kehidupan, tidak secara spekulatif, melainkan konkrit, niscaya dan bahkan mutlak. (Veeger dalam maliki, 2003).
2. Karl Marx (1818-1883)
Marx berasal dari keluarga rohaniawan Yahudi. Ayahnya seorang pendeta Yahudi (rabbi), namun kemudian ayahnya beralih menjadi penganut aliran Protestant Martin Luther, ia melakukannya lantaran alasan bisnis. Marx ialah doktor filsafat yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran Hegel. Pada perjalananannya, Marx lebih di kenal sebagai seorang ideolog, dimana pemikirannya banyak menginspirasi perkembangan paham sosialisme dan komunisme.
Teorinya yang populer ialah teori kelas dimana terjadi konflik antara kaum borjuis dengan proletar. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat insan ialah sejarah usaha kelas. Pembagian kerja dalam masyarakat kapitalis menumbuhkan dua kelas yang tidak sama, yaitu kelas orang yang menguasai alat produksi yang disebut dengan bourgeoisie (borjuis) yang mengeksploitasi kelas yang tidak menguasai produksi yang ia sebut dengan kaum proletariat. Marx melihat terjadinya kemelaratan dan keserakahan di tengah masyarakat. Ia melihat fenomena yang tidak sama antara buruh yang sengsara dan dan pemilik alat-alat produksi yang menukmati surplus akhir keringat dan tenaga kaum buruh.
Dalam masyarakat industri, Marx melihat terjadinya tekanan struktural yang berpengaruh terhadap individu, memperburuk hubungan sosial dalam industri yang menimbulkan insan kemudian teralienasi. Tidak spesialuntuk alienasi individual tetapi juga alienasi massal sejalan dengan sebaran mode of production yang dikendalikan oleh industri. Kaum buruh yang ia sebut sebagai kaum proletar oleh Marx akan menyadari kondisi mereka dan merumuskan kepentingan-kepentingan mereka, maka mereka akan bersatu dan memberontak. Pemberontakan mereka melahirkan konflik yang disebut Marx dengan konflik kelas. Menurut Ramalan marx, konflik itu akan dimenangkan oleh kaum proletar yang kemudian akan mendirikan masyarakat tanpa kelas. Sistem kapitalis itu akan dirubah dengan sistem sosialis dan pada gilirannya akan membentuk masyarakat komunis.
Walaupun ramalan Marx tidak pernah terwujud dalam kenyataan, tetapi pemikiran marx wacana konflik dan kelas tetap mempunyai imbas yang besar terhadap sejumlah besar andal sosiologi zaman klasik maupun modern. Pemikiran Marx wacana stratifikasi sosial dan konflik sudah diarahkan pada perubahan sosial besar yang melanda eropa Barat sebagai dampak perkembangan dukungan kerja, khususnya yang terkait dengan kapitalisme.
3. Emile Durkheim (1858-1917)
Durkheim berasal dari Perancis, ia keturunan pendeta Yahudi. Ketika bawah umur ia mencar ilmu untuk menjadi ‘Rabbi’ (pendeta yahudi), tetapi semenjak usia 10 tahun ia menolaknya. Ia orang yang kecewa dengan pendidikan agama dan kemudian beralih mendalami kebijaksanaan ilmiah dan prinsip moral yang dibutuhkan untuk kehidupan sosial.
Salah satu karyanya yang populer ialah ‘The Division of Labour in Society’ ialah upaya Durkheim untuk mengkaji suatu tanda-tanda yang sedang melanda masyarakat: Pembagian kerja. Menurut Durkheim di bidang perekonomian menyerupai bidang industri modern terjadi penerapan mesin serta serius modal dan tenaga kerja yang menjadikan dukungan kerja dalam bentuk spesialisasi dan pemisahan okupasi yang semakin rinci. Gejala dukungan kerja tersebut dijumpai juga di bidang perniagaan dan pertanian, bahkan tidak spesialuntuk bidang ekonomi tetapi melanda juga bidang-bidang kehidupan lain ; hukum, politik, kesenian dan bahkan juga keluarga. Tujuan kajian Durkheim tersebut untuk memahami dukungan kerja serta mengetahui faktor penyebabnya. (Durkheim dalam Kamanto,2000)
Ia menandakan wacana dukungan kerja dalam masyarakat. Menurutnya masyarakat memerlukan solidaritas. Ada dua tipe solidaritas dalam masyarakat yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Pembagian kerja pada masyarakat sedang berubah dari masyarakat dengan solidaritas mekanik menjadi masyarakat dengan solidaritas organik. Menurut Durkheim, solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana, masyarakat yang ia namakan ‘segmental’. Pada masyarakat menyerupai ini belum terdapat dukungan kerja yang berarti; apa yang sanggup dilakukan oleh masyarakat biasa, sanggup juga dilakukan oleh masyarakat yang lain. melaluiataubersamaini demikian, tidak terdapat kesalingtergantungan antara kelompok yang tidak sama. Masing-masing kelompok sanggup memenuhi kebutuhan sendiri dan terpisah antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kesetiakawan dalam kelompok ini diikat dengan nurani kolektif (consience collective).
Masyarakat secara perlahan berubah dari masyarakat dengan solidaritas mekanik ke solidaritas organik. Dimana dukungan kerja dalam masyarakat mengalami differensiasi dan spesialisasi. Masyarakat pun bermetamorfosis masyarakat dengan solidaritas organik, yaitu masyarakat yang dukungan kerjanya semakin rinci. Pada masyarakat ini masing-masing anggota tidak lagi bisa memenuhi tiruana kebutuhan sendiri, ia membutuhkan kelompok lain sehingga terjadilah kesalingtergantungan. Solidaritas organik ialah suatu sistem terpadu yang terdiri antara bagian-bagian yang saling tergantung laksana penggalan organisme biologi.
4. Max Weber (1864-1920)
Weber ialah Seorang ilmuan asal Jerman. Ia dosen ilmu aturan dari Universitas Berlin. Diantara bukunya yang populer ialah The Protestant Ethic and the Spririt of Capitalism. Ia menandakan hubungan etika protestan dengan semangat kapitalisme. Dalam bukunya ini weber mengemukakan tesisnya yang populer terkena keterkaitan antara etika protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber, muncul dan berkembangnya kapitalisme di Eropa Barat bersamaan dengan berlangsungnya sekte kalvinisme dalam agama protestan. Argumen Weber menyatakan bahwa aliran kalvinisme mengharuskan umatnya menjadikan dunia kawasan yang makmur, sesuatu yang spesialuntuk di sanggup dengan kerja keras. Karena umat Kalvinis bekerja keras maka ia memperoleh kemakmuran. Tetapi di sisi yang lain, berdasarkan aliran kalvinisme mewajibkan hidup sederhana, seseorang dihentikan untuk berfoya-foya dan bermewah-mewah atau konsumsi yang berlebihan. Akibat aliran kerja keras dan hidup sederhana ini, kaum kalvinis menjadi makmur lantaran laba yang diperoleh dari hasil usaha tiodak mereka konsumsi, melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Teknik inilah yang berdasarkan Weber menjadikan kapitalisme berkembang.(Kamanto,2000)
Salah satu sumbangan Weber terhadap konsep dasar sosiologi ialah dalam uraiannya yang sebut bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Menurut Weber sebuah tindakan sosial (verstehen) perlulah mempunyai bukti yang mencakup makna subyektif khusus para pelakunya, dan hal ini menuntut kemampuan untuk menangkap seluruh kompleksitas makna yang digunakan pelaku untuk merumuskan alasan-alasan untuk bertindak dengan cara yang ia lakukan. Pemahaman ini tidak bisa dilakukan tanpa mengetahui simbol-simbol yang di pakai pelaku untuk menggambarkan tingkah lakunya sendiri. Menurut Weber hal itu menjadi sebuah keharusan, lantaran tindakan sosial yang dimaksud Weber sanggup berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain, juga sanggup berupa tindakan yang bersifat ’membatin’ atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi lantaran imbas positif dari situasi tertentu (Zainuddin, 2003).
Weber ialah Seorang ilmuan asal Jerman. Ia dosen ilmu aturan dari Universitas Berlin. Diantara bukunya yang populer ialah The Protestant Ethic and the Spririt of Capitalism. Ia menandakan hubungan etika protestan dengan semangat kapitalisme. Dalam bukunya ini weber mengemukakan tesisnya yang populer terkena keterkaitan antara etika protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber, muncul dan berkembangnya kapitalisme di Eropa Barat bersamaan dengan berlangsungnya sekte kalvinisme dalam agama protestan. Argumen Weber menyatakan bahwa aliran kalvinisme mengharuskan umatnya menjadikan dunia kawasan yang makmur, sesuatu yang spesialuntuk di sanggup dengan kerja keras. Karena umat Kalvinis bekerja keras maka ia memperoleh kemakmuran. Tetapi di sisi yang lain, berdasarkan aliran kalvinisme mewajibkan hidup sederhana, seseorang dihentikan untuk berfoya-foya dan bermewah-mewah atau konsumsi yang berlebihan. Akibat aliran kerja keras dan hidup sederhana ini, kaum kalvinis menjadi makmur lantaran laba yang diperoleh dari hasil usaha tiodak mereka konsumsi, melainkan ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Teknik inilah yang berdasarkan Weber menjadikan kapitalisme berkembang.(Kamanto,2000)
Salah satu sumbangan Weber terhadap konsep dasar sosiologi ialah dalam uraiannya yang sebut bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Menurut Weber sebuah tindakan sosial (verstehen) perlulah mempunyai bukti yang mencakup makna subyektif khusus para pelakunya, dan hal ini menuntut kemampuan untuk menangkap seluruh kompleksitas makna yang digunakan pelaku untuk merumuskan alasan-alasan untuk bertindak dengan cara yang ia lakukan. Pemahaman ini tidak bisa dilakukan tanpa mengetahui simbol-simbol yang di pakai pelaku untuk menggambarkan tingkah lakunya sendiri. Menurut Weber hal itu menjadi sebuah keharusan, lantaran tindakan sosial yang dimaksud Weber sanggup berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain, juga sanggup berupa tindakan yang bersifat ’membatin’ atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi lantaran imbas positif dari situasi tertentu (Zainuddin, 2003).
5. Ibnu Khaldun (1332 M)
Sebelum ilmuan sosial memperdebatkan wacana ilmu sosiologi pada pertengahan kala ke-19, lima kala sebelumnnya Ibnu Khaldun sudah mulai mengkaji dan mereview wacana sosiologi. Namun Ia tidak pernah menyebut istilah sosiologi. Dalam pandangan Ibnu Khaldun kajian wacana masyarakat masih menyatu dengan kajian filsafat. Oleh lantaran itu Ibnu Khaldun lebih disebut sebagai andal filsafat. Akan tetapi Ibnu Khaldun sudah mengulas wacana pembahasan sosiologi dalam buku-bukunya.
Salah satu buku Ibnu Khaldun yang populer ialah buku ‘Mukaddimah’. Dalam buku ini, Ibnu Khaldun banyak mengupas wacana Ilmu sejarah, politik dan sosiologi. Ia juga menandakan wacana perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat luas. Dalam konteks sosiologi, sumbangan Ibnu Khaldun ialah ia berhasil menghubungkan antara sosiologi dengan sejarah. Sekian artikel perihal Pengertian Sosiologi, Sejarah, dan Tokoh Perintis Ilmu Sosiologi. Semoga bermanfaa bagi kita tiruana.
0 Response to "Pengertian Sosiologi, Sejarah, Dan Tokoh Perintis Ilmu Sosiologi"
Posting Komentar