Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Berdasarkan Piaget
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT PIAGET |
Menurut psikologi kognitif, insan (organisme) mempunyai cara tersendiri untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget (dalam Ratna W. Dahar, 1989:150; Good, 1977:149; Woolfolk & Nicolich, 1980:49) kemajuan atau perkembangan kognitif (intelektual) didasarkan pada dua fungsi pada acara kognitif organisme yaitu, organisasi dan adaptasi. Organisasi memdiberi kemampuan pada organisme untuk mensistematikkan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. melaluiataubersamaini organisasi struktur fisik dan struktur psikologis diintegrasikan menjadi struktur intelektual tingkat tinggi.
==========================================
==========================================
Menurut Piaget (Carin & Sund, 1989:23-47; Ratna W. Dahar, 1989:152-156) tahap - tahap perkembangan kognitif (intelektual) seseorang melalui empat tahap berurutan, yaitu:
a) tahap sensori motor dalam rata-rata usia sekitar 0-2 tahun,
b) tahap praoperasional dalam rata-rata usia sekitar 2-7 tahun,
c) tahap operasional konkrit dalam rata-rata usia sekitar 7-11 tahun, dan
d) tahap operasional formal dalam rata-rata usia sekitar 11 tahun keatas.
Perubahan dari tahap yang satu ke tahap lain kecepatannya tidak niscaya (tidak sama) untuk masing-masing individu. Oleh lantaran itu jikalau anak yang berada pada tahap tertentu sanggup dengan cepat berubah ke tahap diberikutnya, maka perubahan yang terjadi boleh jadi disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang, kemampuan, ketangkasan, dan upaya anak. Penentuan rentang usia pun, tidak berlaku pasti, tetapi ialah rata-rata. Meskipun demikian urutan tahap dalam melampaui satu tahap ke tahap diberikutnya selalu sama, tidak ada individu yang loncat tahap. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan adanya individu yang tidak hingga ke tahap operasional formal. Inhelder dalam studi doktoralnya menemukan anak usia tahap operasional formal yang mentalnya ndeso ternyata kemampuan intelektual tidak pada tahap operasional formal (Carin & Sund, 1989:24). Setiap tahap perkembangan ditandai pula oleh contoh daypikir yang khas. Garis besar citra contoh daypikir anak pada masing-masing tahap perkembangan diketahui dari ciri-ciri atau karakteristik sebagai diberikut.
Tahap sensori motor ialah tahap pertama dalam perkembangan kognitif (intelektual) , pada tahap ini anak mempunyai tingkah laris yang didominasi oleh gerakan-gerakan refleks atau bersifat motorik. Gerakan tersebut sebagian besar disebabkan oleh stimulus. Dominasi gerakan refleks pada tahap ini lambat laun berkurang seiring dengan berkembangnya daya pikir. Perkembangan ini didapat melalui pengalaman mencar ilmu mencicipi dan mengenal obyek, sehingga pada simpulan tahap ini anak sanggup "membedakan". Misalnya; anak sudah tahu orang tuanya, nama-nama benda, binatang.
Tahap sensori motor ialah tahap pertama dalam perkembangan kognitif (intelektual) , pada tahap ini anak mempunyai tingkah laris yang didominasi oleh gerakan-gerakan refleks atau bersifat motorik. Gerakan tersebut sebagian besar disebabkan oleh stimulus. Dominasi gerakan refleks pada tahap ini lambat laun berkurang seiring dengan berkembangnya daya pikir. Perkembangan ini didapat melalui pengalaman mencar ilmu mencicipi dan mengenal obyek, sehingga pada simpulan tahap ini anak sanggup "membedakan". Misalnya; anak sudah tahu orang tuanya, nama-nama benda, binatang.
Tahap praoperasional ialah tahap kedua dalam perkembangan kognitif (intelektual) . Tahap ini ialah tahap persiapan dalam pengorganisasian operasi konkrit. Tahap ini sanggup dibagi ke dalam tahap berpikir pra-logis dan tahap berpikir intuitif. Tahap berpikir pra-logis berada pada rata-rata usia sekitar 2 - 4 tahun. Pada tahap ini anak mempunyai daypikir transduktif yaitu suatu daypikir yang bergerak dari khusus ke khusus. Tahap berpikir intuitif berada pada rata-rata usia sekitar 4 - 7 tahun. Pada tahap ini anak sanggup menilai dan mempertimbangkan atas dasar persepsi pengalaman sendiri, oleh lantaran itu anak pada tahap ini bersifat egosentris. Hal lain yaitu anak berpikir ireversibel, berpikir statis, dan concreteness.
Berpikir ireversibel yaitu belum sanggup berpikir kebalikan dari cara berpikir tiruanla. Artinya anak tidak bisa memahami suatu transformasi atau perubahan-perubahan urutan dalam suatu peristiwa. Berpikir statis ialah salah satu ciri anak pada tahap preoperasional. melaluiataubersamaini kata lain anak pada tahap ini tidak memakai macam-macam operasi, melainkan spesialuntuk tertuju pada satu dimensi serta tidak memperhatikan gerakan-gerakan perubahan. Concreteness ialah kemampuan berpikir anak masih berorientasi pada hal-hal yang konkrit. Anak belum bisa memahami hal-hal yang ajaib atau yang direpresentasikan secara lisan (Ratna W. Dahar, 1989:153; Good, 1977:153; Carin & Sund, 1989:27; Woolfolk & Nicolich, 1980:55-56). Pada simpulan tahap ini ialah ketika transisi ke operasional konkrit, disini mungkin saja terjadi penguasaan konservasi panjang, bilangan, dan kuantitas.
Tahap operasional konkrit ialah tahap ketiga dari tahap perkem-bangan intelektual. Tahap ini berada pada ketika bawah umur usia SD. Tahap ini ialah permulaan berpikir rasional. Pada tahap operasional konkrit anak bisa berpikir logis melalui obyek-obyek konkrit, dan susah memahami hal-hal yang spesialuntuk direpresentasikan secara lisan (Sund; Becker, Engelman & Thomas; Bolton; Beard & Hunt dalam La Maronta Galib, 1992:22). Peristiwa berpikir dan mencar ilmu anak pada tahap ini sebagian besar melalui pengalaman yang positif (Carin & Sund, 1989:29) yang berpertama dari proses interaksi anak dengan obyek (benda) bukan dengan lambang, gagasan ataupun abstraksi. melaluiataubersamaini kata lain bawah umur pada tahap ini belum bisa melaksanakan proses berpikir yang abstrak, belum bisa mencar ilmu dengan baik ihwal proses sains yang ajaib (seperti ihwal insiden photosintesa), serta selalu mengalami kesusahan dalam memahami konsep yang abstrak, menyerupai mempelajari konsep gravitasi (Carin & Sund, 1989:30). Meskipun demikian anak pada tahap ini mempunyai operasi yang sanggup dikembangkan yaitu operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pertolongan, klasifikasi, kores-pondensi, penempatan urutan. Juga menguasai pengukuran dan konservasi volume, berat dan luas (Carin & Sund, 1989:30,37; Ratna W. Dahar, 1989:154; Good, 1977:106-109).
Tahap operasional konkrit ialah tahap ketiga dari tahap perkem-bangan intelektual. Tahap ini berada pada ketika bawah umur usia SD. Tahap ini ialah permulaan berpikir rasional. Pada tahap operasional konkrit anak bisa berpikir logis melalui obyek-obyek konkrit, dan susah memahami hal-hal yang spesialuntuk direpresentasikan secara lisan (Sund; Becker, Engelman & Thomas; Bolton; Beard & Hunt dalam La Maronta Galib, 1992:22). Peristiwa berpikir dan mencar ilmu anak pada tahap ini sebagian besar melalui pengalaman yang positif (Carin & Sund, 1989:29) yang berpertama dari proses interaksi anak dengan obyek (benda) bukan dengan lambang, gagasan ataupun abstraksi. melaluiataubersamaini kata lain bawah umur pada tahap ini belum bisa melaksanakan proses berpikir yang abstrak, belum bisa mencar ilmu dengan baik ihwal proses sains yang ajaib (seperti ihwal insiden photosintesa), serta selalu mengalami kesusahan dalam memahami konsep yang abstrak, menyerupai mempelajari konsep gravitasi (Carin & Sund, 1989:30). Meskipun demikian anak pada tahap ini mempunyai operasi yang sanggup dikembangkan yaitu operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pertolongan, klasifikasi, kores-pondensi, penempatan urutan. Juga menguasai pengukuran dan konservasi volume, berat dan luas (Carin & Sund, 1989:30,37; Ratna W. Dahar, 1989:154; Good, 1977:106-109).
Disamping beberapa ciri yang sudah disebutkan di atas, bawah umur tahap operasional konkrit sudah mengatakan kemampuan berpikir kombinativitas (combinativity), reversibilitas (reversibility), asosiatif (asso-siative), dan identitas (identity) (Ratna W. Dahar, 1989: 154; Woolfolk & Nicolich, 1980: 58). Kemampuan berpikir kombinativitas (combinativity) ialah kemampuan mengadakan aneka macam kombinasi dari macam-macam hubungan. misal, anak sanggup menyimpulkan bahwa A lebih besar dari C, apabila A lebih besar dari B dan B lebih besar dari C. Atau A sama dengan C, lantaran A sama dengan B dan B sama dengan C (pemahaman transitif).
Kemampuan berpikir reversibilitas (reversibility) ialah kemampuan berpikir atau melaksanakan operasi-operasi sebagai kebalikan dari cara berpikir tiruanla. Operasi yang sanggup dilakukan menyerupai operasi logis atau matematis yang sanggup dihadapkan dengan operasi yang berlawanan. misalnya, tiruana makhluk - tiruana makhluk tak hidup = tiruana makhluk tak hidup dan tiruana makhluk hidup + tiruana makhluk tak hidup = tiruana makhluk. Reversibilitas ini ialah sifat esensial dalam sistem kognisi, penguasaannya, penting untuk sanggup memahami konsep-konsep sains dan matematika (Piaget & Bruner, dalam La Maronta Galib, 1992: 23).
Kemampuan berpikir asosiatif (assosiative) ialah kemampuan untuk mencapai suatu jawabanan dengan memakai beberapa cara yang menghubung-kan unsur-unsur yang terdapat dalam suatu objek atau peristiwa. Kemampuan berpikir ini contohnya ditunjukkan oleh kemampuan menyimpulkan bahwa setiap orang mempunyai orang tua; Tidak ada ikan yang hidup di darat, lantaran tiruana ikan yang ditemukan selalu bercirikan daerah hidupnya air.
Kemampuan berpikir identitas (identity) ialah kemampuan memahami sifat-sifat tertentu dari suatu objek yang tidak berubah jikalau tidak ditambah atau dikurangi. Dalam hal ini keadaan menjadi sama atau serupa dalam aspek-aspek tertentu meskipun sudah dilakukan transformasi-transformasi. Kemampuan berpikir ini sangat berkaitan dengan kemampuan berpikir konservasi (ketetapan).
Mengacu pada teori di atas maka anak pada tahap operasional konkrit tidak simpel dikelabui oleh perbedaan-perbedaan persepsi menyerupai yang terjadi pada anak preoperasional. Oleh lantaran itu anak pada tahap operasional konkrit sudah mempunyai pemahaman konservasi. Artinya anak pada tahap operasional konkrit sudah sanggup melaksanakan perubahan-perubahan suatu "obyek" secara fisik, dan menyatakan bahwa perubahan bentuk, posisi, dan sebagainya tidak akan merubah jumlah proporsi obyek tersebut (Moh. Amien, 1987: 61; Woolfolk & Nicolich, 1980: 56). Namun demikian hasil penelitian di USA menandakan bahwa sejumlah besar siswa sekolah menengah atas masih mempunyai kesusahan dalam memahami konservasi (Moh. Amien, 1987: 62).
Tahap operasional formal ialah tahap simpulan dari perkembangan kognitif (intelektual) menurut Piaget, alasannya ialah setelah itu tidak terjadi lagi peningkatan kualitas intelektual. Berbeda dengan anak yang berada pada tahap sebelumnya, anak operasional formal bisa melaksanakan daypikir dengan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi, dan generalisasi-generalisasi. Artinya bawah umur operasional formal sudah bisa memakai operasi logisnya untuk menuntaskan masalah-masalah yang bersifat verbal, rumit, dan kompleks. Disini nalar sudah menjadi alat berpikir anak ini sehingga beliau bisa melaksanakan operasi terhadap operasi. Artinya anak bisa melaksanakan operasi dengan tidak mengacu pada obyek, tetapi pada sumber yang ditangkap dari korelasi yang terkandung dalam informasi (operasi-operasi) yang didiberikan dan menggunakannya untuk menemukan hubungan.
melaluiataubersamaini memperhatikan kemampuan-kemampuan tersebut, kita sanggup membedakan anak yang berada pada tahap operasional formal dengan anak yang berada pada tahap sebelumnya. Misalnya untuk mengetahui tahap perkembangan anak yang dilakukan dengan memdiberi kiprah (task) konservasi; reaksi dari anak tahap operasional konkrit tidak sama dengan anak tahap operasional formal. Boleh jadi bagi anak tahap operasional formal tidak menanggapinya dengan fokus lantaran baginya duduk kasus tersebut sudah jelas.
Referensi
Carin, A.A. & Sund, R.B. (1989). Teaching Science Through Discovery. Columbus: Merrill Publishing Company.
Dahar, R. W..(1988). "Konstruktivisme dalam Mengajar dan Belajar". Teks Pidato pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap pada FPMIPA, IKIP Bandung: tidak diterbitkan.
Dahar, R. W..(1991). Teori Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Good, R. G. (1977). How Children Learn Science. New York: Macmillan Publishing Co.
La Maronta Galib. (1992). Studi Terhadap Kemampuan Berpikir Anak Usia SD Dalam Konservasi Kuantitas Dan Berat Pada Empat SD Negeri Di Kota Administratif Kendari Dan Tiga SD Negeri Di Pulau Siompu Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara. Tesis PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.
Moh. Amien. (1987). Mengajarkan IPA dengan Metode Discovery dan Inquiry.Jakarta:Departemen Pendidikan Dan Kebudayan.
Woolfolk, A. E. & Nicolich, L. M. (1980). Educational Psychology for Teachers. New Jersey: Prentice Hall Inc.
0 Response to "Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Berdasarkan Piaget"
Posting Komentar