Pengertian Dan Rujukan Komunikasi Dialogis Berdasarkan Para Ahli

Pengertian dan misal Komunikasi Dialogis Menurut Para Ahli - Proses komunikasi tidak melulu terjadi searah saja tetapi hampir tiruana jenis komunikasi berjalan secara dialogis. Dimana komunikasi dialogis sanggup diartikan sebagai proses penyampaian pesan antarpersonal (antara satu orang dengan orang lain) yang memberikan adanya interaksi. Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu lebih baik daripada monologis. Mereka yang terlibat dalam komunikasi dialogis ini berfungsi ganda, artinya ada yang menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian sehinga metode yang dipakai adalah  metode dialogis. Seperti contoh kita biasa menggeleng-gelengkan kepala dikala  menyatakan suatu ketidaksetujuan, atau dikala kita memakai tangan untuk memberikan suatu arah jalan bila ada orang yang bertanya.

Meskipun komunikasi dialogis seringkali dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, namun secara mudah dalam kaitan dengan praktek komunikasi seringkali terjadi disharmonisasi sehingga komunikasi berjalan tidak efektif. Komunikasi dialogis yang terjadi bersifat dua arah tentunya memerlukan keahlian supaya komuikasi sanggup berjalan dengan efektif.

Komunikasi dialogis memerlukan keterampilan khusus apalagi berafiliasi dengan profesionalitas. Kapan komunikasi dialogis harus dilakukan sanggup ditinjau dari kondisi diberikut :
  1. Apakah anak buah Anda sering hadir kepada Anda dan secara nyaman memberikan ”unek-unek” mereka?
  2. Apakah Anda dan tim Anda sanggup saling mendapatkan Koreksi tanpa mengambil sikap defensif?
  3. Apakah Anda tahu rasa frustrasi, masalah, keinginan, minat anggota tim Anda?
  4. Apakah Anda sering menanyakan pendapat atau masukan dari anggota tim tentang suatu keputusan yang akan Anda ambil?
  5. Apakah dalam rapat dengan tim, ada kebebasan menyatakan pendapat, memdiberi tawaran dan masukan?

Jika sebagian besar jawabanan Anda yaitu ”tidak”, maka kemungkinan besar Anda perlu membangun komunikasi dua arah. Namun, kalau sebaliknya, jawabanan Anda kebanyakan yaitu ”Ya”, Anda sudah memupuk terjadinya komunikasi dua arah, namun tidak ada salahnya untuk menyimak beberapa hambatan komunikasi dan usulah taktik komunikasi diberikut.

Pengertian dan misal Komunikasi Dialogis Menurut Para Ahli Pengertian dan misal Komunikasi Dialogis Menurut Para Ahli
image source: dreamteamnetwork.com
baca juga: Pengertian Etika dan Alasan Moral dalam Pengambilan Keputusan

KENDALA DALAM KOMUNIKASI

Roger Neugebauer mengungkapkan dalam proses komunikasi seting terjadi hambatan yang terjadi dalam organisasi. Kendala yang sering dialami oleh sebuah organisasi dalam berkomunikasi dua arah mencakup :

1. Protectiveness (Perlindungan).
 Pimpinan seringkali tidak memdiberitahukan informasi tertentu pada karyawannya atau timnya alasannya yaitu takut akan menyakiti hati karyawan. Alasan lain yaitu bahwa pimpinan menganggap bahwa informasi tersebut harus dilindungi, dan bukan untuk konsumsi karyawan alasannya yaitu karyawan tidak akan mungkin mengerti apa yang akan disampaikan. Demikian pula dengan karyawan, mereka sering tidak memberikan informasi tertentu kepada pimpinan untuk melindungi dirinya dari tindakan pemecatan atau peringatan. Mereka takut kalau informasi disampaikan maka pimpinan akan marah, kemudian mendiskreditkan mereka, mempersembahkan penilaian yang negatif terhadap mereka (sehingga berdampak pada kenaikan penghasilan yang kecil), atau bahkan yang paling ekstrem yaitu memecat mereka.

2. Defensiveness (Pertahanan).

Selain menahan informasi, seseorang juga sanggup saja tidak mau mendapatkan informasi (menolak untuk mendengar informasi yang disampaikan). Hal ini terjadi kalau mereka sudah membentuk emosi negatif terhadap orang yang memdiberi informasi, mungkin alasannya yaitu orang tersebut sudah merendahkan dengan kata-kata yang menyakitkan. Hal ini membuat ia merasa ”diserang”, sehingga secara alami, orang yang merasa diserang tersebut membangun benteng pertahanan dengan menahan informasi yang masuk. Ia menganggap informasi tersebut juga akan menciptakannya sakit hati. Misalnya saja ada Pak Arief yang memdiberi komentar kurang baik tentang prestasi seorang anak buahnya. Anak buah Pak Arief cenderung merasa bahwa masukan tersebut ”menyerang” harga dirinya, egonya, dan kualitas kerjanya. Padahal bahwasanya Pak Arief spesialuntuk ingin mempersembahkan masukan untuk perbaikan, tetapi masukan ini disampaikan dengan kata-kata yang tidak dipikirkan doloe penyampaiannya. Ketika merasa diserang maka anak buah Pak Arief cenderung akan marah, dan menutup ”telinga” terhadap informasi lainnya yang mungkin saja mempunyai kegunaan untuknya (misalnya: informasi terkena taktik memperbaiki kinerjanya).

3. Tendency to evaluate (Kecenderungan untuk menghakimi).

Jika menerima informasi dari seseorang terkena keburukan orang lain, pimpinan cenderung mengambil sikap yang mengevaluasi tanpa mengumpulkan data yang lengkap sebelum berkomunikasi dengan orang yang dibicarakan tersebut. Karena terpengaruh oleh pandangan satu orang, pimpinan eksklusif membentuk opini tertentu dan mengambil keputusan sepihak tanpa melibatkan orang-orang yang terkait, dan tanpa mengumpulkan fakta lapangan yang cukup. Ini bukanlah ialah komunikasi dua arah, tetapi komunikasi satu arah, atau bahkan sanggup dikatakan bahwa tidak terjadi komunikasi sama sekali.

4. Narrow perspectives (Perspektif yang sempit).

Karena jarang meninjau pekerjaan orang lain, atau keluar dari lingkungan pekerjaan sendiri, seseroang seringkali dibatasi pada cara pandangnya sendiri. Ia tidak mencoba melihat dari sudut pandang orang lain. Pimpinan yang sering mengambil keputusan besar yang menyangkut keputusan keuangan dan taktik operasional secara umum, seringkali tidak mempertimbangkan detail pelaksanaan pekerjaan dan sudut pandang para pekerjaan. Sebaliknya, para karyawan, seringkali spesialuntuk melihat suatu dilema dari sudut pandangnya sendiri (kepentingan individunya semata, tanpa mencoba memahami sebuah situasi dari sudut pandang yang tidak sama). Sempitnya perspektif inilah yang sering menimbulkan konflik (tiap orang spesialuntuk melihat dari sudut pandang sendiri, dan tidak mencoba memahami orang lain). Sebagai contoh, keputusan seorang pemimpin untuk membatasi percakapan telepon selama tiga menit saja, dianggap sebagai keputusan yang tidak populer, apalagi untuk bab marketing yang sering kali memakai telepon untuk berafiliasi dengan calon pelanggan atau pelanggan yang ada.

5. Mismatched expectations (Ketidakcocokan dengan Harapan)

Peter Drucker menyampaikan bahwa pikiran insan seringkali spesialuntuk membatasi informasi yang cocok dengan ekspektasinya. Jika, ternyata informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka orang tersebut cenderung tidak termotivasi untuk mendengarkan informasi yang disampaikan. Misalnya: kalau dalam rapat-rapat ternyata seringkali tanggapannya tidak diperhatikan, maka karyawan cenderung enggan menyatakan pendapat, alasannya yaitu ia beranggapan percuma saja memberikan pendapat, alasannya yaitu biasanya juga tidak ada follow-up-nya. Demikian pula dengan pimpinan, yang sering mendengarkan pendapat karyawan yang dianggapnya tidak relevan dengan keputusan yang akan diambil. Pimpinan tersebut cenderung tidak mendengarkan pendapat dari orang tersebut di waktu-waktu yang diberikutnya.

6. Insufficient time (Keterbatasan Waktu)

Alasan lain yaitu keterbatasan waktu untuk memberikan informasi secara menyeluruh. Karena acara rutin yang harus diselesaikan dengan segera, seringkali waktu berkomunikasi dilupakan, atau komunikasi dilakukan dengan tergesa. Akibatnya, informasi yang disampaikan kepada orang lain pun tidak lengkap. Dampaknya yaitu orang lain spesialuntuk mendapatkan sebagian informasi (tidak utuh), sehingga ada kemungkinan informasi tersebut salah dipahami.

MEMBANGUN KOMUNIKASI DIALOGIS

Sesudah memahami banyak sekali hambatan yang menghambat terjadinya komunikasi dua arah, kita akan lebih mudah untuk menyusun taktik guna membangun komunikasi dua arah tersebut. Berikut yaitu beberapa taktik yang sanggup dicoba.

1. Mendengar

Dalam komunikasi dua arah, ada yang berbicara, dan ada yang mendengar. Yang sering terjadi yaitu tiap pihak saling menunggu peluang untuk berbicara tanpa meluangkan waktu untuk mendengar apa yang disampaikan pihak lain (karena ia sibuk menyiapkan apa yang akan disampaikan). Seringkali, banyak permasalahan sanggup terselesaikan justru bukan alasannya yaitu seseorang menjadi pembicara yang handal, melainkan alasannya yaitu ia bersedia memahami orang lain dengan cara mendengarkan dengan saksama apa yang disampaikan (keluhan, masalah, keinginan, harapan). Informasi yang didengar inilah yang sanggup dijadikan dasar untuk memilih langkah selanjutnya untuk menuntaskan masalah.

2. Terbuka

Untuk mendorong tiap pihak untuk saling terbuka, seorang pimpinan hendaknya tidak menghukum orang yang memberikan pendapat, masalah, atau perasaannya. Keterbukaan sanggup juga dibuatkan wadahnya, yaitu melalui bulletin board, kotak masukan, atau media antarkaryawan. Karyawan yang memberikan pendapat atau wangsit yang sanggup dimanfaatkan perusahaan, sanggup didiberikan hadiah, atau penghargaan. Demikian juga dengan karyawan yang sanggup mengidentifikasi atau mengantisipasi dilema serta mengusulkan alternatif pemecahannya.

3. Menyamakan persepsi.

 Komunikasi dua arah sering terhambat alasannya yaitu adanya perbedaan persepsi terhadap suatu masalah. melaluiataubersamaini demikian, dalam berkomunikasi, ada baiknya disampaikan juga latar belakang pemikiran dari wangsit yang disampaikan, sehingga orang lain juga sanggup mempunyai persepsi yang sama, berangkat dari persepsi yang sama, atau paling tidak memahami persepsi orang yang memberikan informasi tersebut. Jika pemahaman sudah tergalang, maka komunikasi dua arah akan lebih mudah mengalir.

4. Komunikasi empat mata.

Banyak juga karyawan yang enggan memberikan pendapat alasannya yaitu sungkan berbicara di hadapan banyak orang, padahal mungkin saja karyawan tersebut mempunyai wangsit yang brilian. Seorang pimpinan sanggup mencoba melaksanakan komunikasi dua arah terhadap anak buahnya secara regular untuk memahami kebutuhan, ekspektasi, dilema mereka. melaluiataubersamaini komunikasi empat mata, bawahan mungkin saja lebih nyaman menyatakan pendapat atau memberikan permasalahan yang dijumpainya di lapangan. Jadi, komunikasi empat mata penting untuk dilakukan dengan lebih sering, tidak spesialuntuk dikala melaksanakan penilaian kerja tahunan.

Membangun komunikasi dua arah memerlukan keahlian-keahlian, sehingga perlu adanya tes. Kita sanggup memberbanyak tes dengan mencoba manakah yang efektif. Melalui banyak latihan dengan mengkombinasi beberapa taktik untuk mencapai komunikasi dua arah dengan lebih gampang, dengan hasil yang lebih baik.

ETIKA KOMUNIKASI DIALOGIS

Dalam korelasi dialogis, sikap dan sikap setiap partisipan komunikasi ditandai oleh kualitas, menyerupai kebersamaan, keterbukaan hati, kelangsungan, kejujuran, spontanitas, keterusterangan, tidak berpura-pura, niat yang tidak manipulatif, kerukunan, intensitas dan bertanggungjawaban.

Thomas Nilsen menyampaikan bahwa untuk mencapai komunikasi dialogis yang etis perlu dipupuk sikap-sikap diberikut ini:
  1. Penghormatan terhadap seseorang sebagai person tanpa memandang umur, status, atau korelasi dengan pembicara.
  2. Penghormatan terhadap ide, perasaan, maksud, dan integritas orang lain.
  3. Sikap suka memperbolehkan, keadilan, dan keterbukaan pikiran, yang mendorong kebebasan berekspresi.
  4. Penghormatan terhadap bukti dan pertimbangan yang rasional terhadap banyak sekali alternatif.
  5. Terlebih lampau mendengarkan dengan hati-hati bersimpati sebelum menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan.

John Mokay dan William Brown memdiberi sepuluh kondisi obrolan yang sanggup dipakai sebagai fatwa moral untuk memilih sejauh mana sikap-sikap dialogis terungkap dalam transaksi komunikasi:
  1. Keterlibatan insan dari kebutuhan yang dirasakan untuk berkomunikasi.
  2. Suasana keterbukaan, kebebasan, dan pertanggungjawabanan.
  3. Berurusan dengan isu dan wangsit kasatmata yang relevan dengan komunikator
  4. Apresiasi terhadap perbedaan dan keunikan individual.
  5. Penerimaan terhadap ketidaksetujuan dan konflik dengan keinginan untuk menyelesaikannya.
  6. Umpan balik yang efektif.
  7. Saling menghargai dan diperlukan saling mempercayai.
  8. Ketulusan hati dan kejujuran dalam sikap terhadap komunikasi.
  9. Sikap yang positif untuk pemahaman dan belajar.
  10. Kemauan mendapatkan kesalahan dan membiarkan persuasi.

Sekian artikel perihal Pengertian dan misal Komunikasi Dialogis Menurut Para Ahli. Semoga bermanfaa.

Daftar Pustaka

  • Bertens, K, Etika, Gramedia, Jakarta, 2001
  • Effendy, Onong Uchyana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993
  • Katsoff, Louis O, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
  • Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A-Z, Kanisius, Yogyakarta, 1997
  • Suseno, Franz Magnis, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, 1989
  • Soehoet, AM.Hoeta, Teori Komunikasi I, IISIP, Jakarta, 2002
  • Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar populer, Pustaka Sinar      Harapan, Jakarta, 2001
  • Sutarno, Alfonsus. Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius. 2008
  • Titus, Harold H,Smith, Nolan (alih bahasa) Rasjidi, Persoalan – Persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1984

0 Response to "Pengertian Dan Rujukan Komunikasi Dialogis Berdasarkan Para Ahli"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel